Jakarta, CNN Indonesia — Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengungkapkan alasan pengusaha menggugat atau uji materi atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 ke Mahkamah Agung.
Ia menyebut pengusaha memerlukan kepastian hukum terkait formula penetapan besaran UMP 2023.
“Mengenai itu adalah kepastian hukumnya. Yang kami lakukan adalah kepastian hukumnya. Makanya kami melakukan uji materi itu untuk kepastian hukum, jangan sampai tadi adanya dualisme,” ujarnya di Mandarin Oriental Jakarta, Selasa (6/12).
Ia mengatakan kehadiran Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 sebagai dasar kenaikan upah minimum 2023 melebihi yang ada di PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Padahal, PP Nomor 36 Tahun 2021 pun saat ini masih berlaku.
Di sisi lain, Arsjad mengatakan gugatan pengusaha juga semata-mata untuk mencari keadilan untuk pengusaha dan buruh. Sebab, kedua pihak ini saling membutuhkan.
“Nah kami mencari enlighten di mana kami sama-sama melangkah agar ekonomi Indonesia tetap maju,” ujarnya.
Menurut Arsjad, jika keadilan antara pekerja dan pengusaha sudah terjalin, produktivitas pun akan meningkat.
Saat produktivitas meningkat, pengusaha pun tentu bisa memberikan bayaran lebih pada pekerja.
“Kuncinya produktivitas, kuncinya skill, meng-improve skill dan produktivitas karena kalau produktivitas tinggi, semua pengusaha ingin memberikan lebih,” ujar Arsjad.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit mengungkapkan pengusaha akan mengajukan judicial review terkait Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023.
“Apindo yang ajukan judicial review, di dukung Kadin,” kata Anton saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Uji materiil itu akan diajukan pada Mahkamah Agung (MA).
Kelompok pengusaha tersebut turut menggandeng Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Denny Indrayana sebagai kuasa hukum.
Anton mengatakan pihaknya juga akan meminta kepastian hukum terlebih dahulu soal penetapan UMP 2023. Di daerah-daerah akan ditempuh melalui peradilan tata usaha negara (PTUN).
“PHK tidak secara langsung berhubungan dengan UMP. Sebab tanpa kenaikan UMP, khusus industri sepatu, garmen, dan padat karya orientasi ekspor lainnya sudah ada masalah dengan turunnya order 30-50 persen karena permintaan AS dan Eropa menurun drastis,” ujarnya. (mrh/agt)
Sumber: cnnindonesia.com