Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur memblokir rekening bank milik 140 Wajib Pajak (WP) di Kota Surabaya, Jawa Timur, akibat menunggak membayar pajak senilai Rp69,6 miliar.
Kepala DJP Kanwil Jatim I John Hutagaol mengatakan 140 rekening penunggak pajak yang diblokir itu tersebar di 14 bank, baik swasta maupun milik pemerintah.
“Kanwil DJP Jawa Timur I beserta 13 Kantor Pelayanan Pajak di Kota Surabaya memblokir serentak 140 rekening wajib pajak di Kota Surabaya,” kata John di Surabaya, Senin (12/12).
Lantas apakah rekening bank wajib pajak bisa diblokir oleh Direktorat Jenderal Pajak?
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar, pemblokiran adalah tindakan pengamanan barang milik penanggung pajak yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan (LJK), LJK Lainnya, dan/atau entitas lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau entitas Lain, dengan tujuan agar terhadap barang dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Pasal 3 menyebut dalam hal wajib pajak tidak melunasi utang pajak yang masih harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pelunasan, maka dilakukan tindakan penagihan pajak. Tindakan penagihan pajak di antaranya meliputi surat teguran, surat paksa, penyitaan, dan lainnya.
Pejabat menerbitkan surat teguran 7 hari setelah jatuh tempo pembayaran utang pajak, dalam hal wajib pajak tidak melunasi utang pajak. Apabila lewat 21 hari sejak surat teguran disampaikan penanggung pajak belum melunasi utang pajak, maka pejabat menerbitkan surat paksa dan diberitahukan secara langsung oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak.
Apabila setelah 2 kali 24 jam sejak tanggal surat paksa diberitahukan penanggung pajak belum melunasi utang pajak, pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan dan jurusita pajak melaksanakan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak.
“Dalam hal penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada LJK, LJK lainnya, dan/atau entitas Lain, pejabat melakukan permintaan pemblokiran terlebih dahulu,” bunyi beleid tersebut, dikutip pada Selasa (13/12).
Dengan begitu, jurusita pajak melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak dengan melakukan pemblokiran terlebih dahulu.
Untuk melaksanakan pemblokiran, pejabat menyampaikan permintaan pemblokiran kepada kantor pusat atau divisi serta unit vertikal pada LJK sektor perbankan, LJK sektor perasuransian, LJK lainnya, dan/atau entitas lain.
“Pejabat melakukan permintaan pemblokiran sebesar jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak sebagaimana tercantum dalam daftar surat paksa,” bunyi beleid tersebut.
Atas permintaan pemblokiran, LJK perbankan, LJK perasuransian, LJK lainnya, dan/atau entitas lain wajib melakukan pemblokiran sebesar jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak terhadap penanggung pajak yang identitasnya tercantum dalam permintaan pemblokiran.
Kemudian, LJK juga wajib memberitahukan seluruh nomor rekening keuangan penanggung pajak, serta memberitahukan saldo harta kekayaan penanggung pajak yang terdapat pada seluruh nomor rekening keuangan penanggung pajak.
“Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara seketika setelah permintaan pemblokiran diterima oleh pihak LJK sektor perbankan, LJK sektor perasuransian, LJK lainnya, dan/atau entitas lain,” bunyi aturan itu. (fby/sfr)
Sumber: cnnindonesia.com